Mahasiswa adalah generasi muda yg memiliki berjuta cita-cita dan harapan tentang kondisi ideal bangsa ini.
cita-cita dan harapan tsb di interpretasikan melalui perjuangan sistematis melalui gerakan mahasiswa dalam instrumen organisasi kemahasiswaan di kampus-kampus.
Semangat oposisi dalam perjuangan mahasiswa telah mewarnai karakter dan memberi ruh pada gerakan mahasiswa selama ini.
Oleh karena itu, semangat itu harus tetap terus di pupuk dan di aktualisasikan.
Hal yg menjadi penting dlm semangat oposisi gerakan mahasiswa adalah ia harus memiliki fokus perjuangan dan start awal dalam memulai momentum gerakannya. Dengan kata lain, harus cermat dalam menentukan sikap oposisi, sehingga tidak terjadi ‘oposisi buta’ tanpa memperhatikan aspirasi rakyat.
Jika ini tak di perhatikan, alih-alih mendukung mahasiswa, rakyat justru akan skeptis dan menuduh gerakan mahasiswa hanya akan mendelegitimasi kepercayaan rakyat thd pemimimpinnya.
Disinilah pentingnya makna kontekstualisasi dalam mencermati gerakan mahasiswa dewasa ini.
Mahasiswa dan instrumen perjuangannya harus mampu memberi solusi perbaikan dan perubahan bangsa ini. Label ‘gerakan oposisi konstruktif abadi’ selayaknya menjadi dasar bagi gerakan mahasiswa untuk tetap kritis dan konsisten memperjuangkan visi kerakyatan yg di embannya.
Jika dewan perwakilan secara resmi menjadi representasi rakyat, maka gerakan mahasiswa pun demikian. Gerakan extraparlementer yg di lakoni mahasiswa adalah gerakan yg terbukti secara sistematis dan massif mampu menjadi kontrol dan check and balances bagi kebijakan yg tak pro rakyat.
Kontekstualisasi menjadi sangat relevan ketika kita mencermati dewasa ini, begitu maraknya politik pencitraan di kalangan elit pemimpin dan pejabat. oleh karenanya, jika mahasiswa kalah dalam pencitraan tsb, maka bukan simpati yg akan menghampiri, malah justru akan menuai antipati. saya tidak dalam posisi menyarankan agar kiranya mahasiswa berkompetisi pencitraan di hadapan rakyat dgn kalangan elit tertentu, tapi saya ingin menyampaikan bahwa pentingnya proporsionalisasi dan ketepatan momentum dlm mengawali sebuah gerakan.
Jika pada masa pra reformasi mahasiswa di hadapkan pada common enemies yg jelas dan nyata, seperti PKI dan komunismenya di masa soekarno, kemudian gaya pemerintahan yang otoriter pada masa soeharto. Maka saat ini, musuh bersama gerakan mahasiswa belum terindentifikasi dan terfahamkan secara jelas.
Yang Udah Ngasih komen :